Sajak-sajak Taufik Ikram Jamil 16 Mai 2010 inilah tabikku yang ditangkap senyapengkau begitu saja bercakap-cakap denganku dalam delapanpuluh empat bahasa yang girang huruf-huruf segera melantunkan dendang irama yang dipinang kalbu dibiarkan sunyi tak alang kepalang berdepan dengan berbagai laku bahkan pada masa-masa terbuang pada kenangan yang malu tersipu-sipu maka berlabuhlah suara-suara dari negeri jauh di mulutmu teduh cuma kau sekedar ingin menambatkan sejuk kalimat pada pancang-pancang catatan pelayaran adab sedangkan kapal-kapal memunggahkan kata-kata memenuhi gudang-gudangmu dalam bacaan rmusim kemudian mengembalikannya dengan beragam pesan mengarungi tujuh penjuru makna sinonim atau antonim yang tak memahami lawan mungkin juga paragraf dan serba-serbi bab sekejap pun tak berharap pada sebab bersebab tak lupa kau katakan mimpimu pada karangan ketika hidup mengenalnya sebagai taman bukan saja tempat senda gurau bermain riang tetapi juga keinginan bertimbang nyawa sehingga kauyakini bagaimana dirimu tak akan mati oleh sebarang bunyi tiada berajal dek berjalur tutur pada lidah yang mengecap petah seperti marwah dalam hikayat hang tuah lalu inilah tabikku yang ditangkap senyap setelah nafasmu tersengal menghatur ungkap tun perak tegap tak sempat terucap di tangan alfonso de albuquerque melayap pati unus terpaksa melepaskan harap membumbung bagai uap meliput segenap di kampar badan bertemu tumbang ke negeri johor datang bertandang tanah sumatera terkenang-kenang bersama raja haji julang terbilang malang melintang tak dapat ditantang lalu inilah tabikku yang ditangkap senyap setelah kau tahu betapa bisu dan tuliku berpadu tak sampai di kata tak jejak di sunyi setiap khabar segera menjadi diam di haribaanku yang berpaku segenap gagu mungkin pula pada suara yang getarnya disembar lagu tidak bernada sumbang oleh pinta tunda menunda simak dan dengar yang tak rela berkongsi makna tapi biarkanlah kuhafal komat-kamit bibirmu agar dalam gerak pun aku tidak terkucil kusadari telunjukmu mengarah geliat badanmu yang mempersoalkan padah ayunan kakimu akan jadi begitu mudah menghela bagi tapakku yang tak beruas gaduh dalam jejak 6.000 pedagang asing bertanding mungkin dikesani 19 laksa pendudukmu berdiam mengorak jangkau ke segenap mimpi juga ke sumatera ke jawa mematri islam akan kau tulis diriku dalam buku-buku yang disembunyikan halaman sebaliknya telah kuamati gerak-gerik jarimu lentik ketika merangkai kenangan berpanjang-panjang kemudian kita mengaraknya ke tengah kota seperti julang-julangan pada al-durrat al-manzuum yang lebih agung dari sultan mahmud lebih tinggi dari ledang ditambah himalaya mungkin pada sebuah petang yang tak jauh bersepadan dengan sayang memanjang hampir ke selatan dekat bimbang aku akan coba mengeja wajah dan suaramu gagapku adalah bentuk kegembiraan yang lain debar dari penjuru ingin tanda kita pernah bersama-sama kita akan menjadi berkitab bijakdi riangku duapuluh kurang satu bersangga sedih pada tahun batu hampir dekat dengan safak engkau merasa tercampak tapi di wajahmu merah pekat aku tahu engkau telah terpikat seperti tun sri lanang mendekat bak raja ali haji merapat maka duduklah bersamaku sehamparan angka sebentangan huruf merenda kata-kata sepanjang usia menyulam kalimat di pusat waktu hingga benda-benda menabung nyawa menghidupi masa tiada terkira sementara telah kita rekat makna pada keluasan ucapan dan tulisan dawat dan lidah yang tak bersanggah sebab dan akibat tanpa menyalah lalu engkau pun berkata setelah usai: inilah pakaian yang tak habis di badan tapi juga merahab seluruh tubuh memakaikan tersurat dengan tersirat memadankan kawan dengan sahabat menggenakan benar dengan betul mematutkan angan-angan dengan cita-cita aku sendiri larut dalam bustanulkatibin sedangkan bugahayat al-ani fi hurufi al-maani sulalatus salatin dan tufhat al-nafis jadi belakang yang mendapat depan kita akan menjadi berkitab bijak memaklumi zaman sepanjang karangan kita catat nafsu-nafsi di lain tempat kabur oleh hati yang tak jujur dan kita akan saling memiliki karena tak mungkin berlain tuan kalau roboh kota melakakalau roboh kota melaka papan di jawa kami tegakkan tapi hutan-hutan yang segera melebat di dalam dongeng tak buat teduh cinta kami kepadanya bahkan kayu-kayan yang membesar di tengah cerita menutup kisah untuk bersama kalau roboh kota melaka papan di jawa kami tegakkan tapi hutan-hutan yang segera membuncah di dalam ingatan tak bentangkan sayang kami kepadanya bahkan lahan-lahan yang meluas di tengah kenangan menolak impian untuk bersama kini kami tegakkan papan itu di awan pada gerak yang tak lagi dianggap berkhianat setidak-tidaknya kami selalu waspada bahwa perubahanlah yang paling abadi menghantar semesta ke batas-batas langit bergumpal dengan kesejukan meninggi menderukan hujan di tengah panas kaki kami akan terpacak di lembah-lembah dengan langkah membesar ke bukit-bukit mata kami melautkan gelora sukma melantunkan doa-doa sayap pada setiap jasad yang mengucap ungkap rupanya kita hanya bisa saling memandang itu pun kami ragukan mata kalian yang membayang usia telah mengaburkan penglihatan jauh dan dekat kehilangan sasaran Taufik Ikram Jamil, lahir 19 September 1963 di Telukbelitung, Riau. Menulis puisi, cerpen, dan novel. Sedang mempersiapkan buku puisi kedua bersama sejumlah klip puisi bertajuk tersebab aku melayu, menyusul buku puisi sebelumnya yakni tersebab haku melayu (1995). Mendirikan dan berkhidmat di Akademi Kesenian Melayu Riau. www.riaupos.com |
Minggu, 25 Juli 2010
Sajak-sajak Taufik Ikram Jamil
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar